KOMPAS.com - Disposable diapers (popok sekali pakai) atau pampers dianggap praktis bagi sebagian besar keluarga di kota besar. Kesibukan dan efisiensi waktu ukurannya.
Jika kembali ke generasi kakek-nenek kita puluhan tahun lalu, popok kain satu-satunya pilihan untuk bayi. Saat itu rasanya tak ada yang mengeluh ketika harus mencuci kembali, menyetrika, kemudian memakaikannya lagi pada si kecil.
Bisa jadi orangtua masa kini tidak direpotkan dengan adanya popok sekali pakai. Namun bayangkan betapa borosnya Anda jika bayi yang baru lahir saja harus diganti popoknya setiap 3-4 jam. Berapa banyak popok yang harus Anda beli sampai usianya sekitar 2 tahun?
"Jika dihitung, dalam sehari anak bisa menggunakan lima popok sekali pakai. Dalam sebulan pengeluaran untuk popok minimal Rp 500.000," papar Maria Cynthia kepada Kompas Female, ibu muda yang beralih kembali menggunakan popok kain.
Pemborosan bukan satu-satunya alasan. Faktor kesehatan juga bisa menjadi pertimbangan. Penelitian Universitas Kiel di Jerman menemukan bahwa penggunaan disposable diaper dapat meningkatkan temperatur daerah kelamin bayi laki-laki sebesar satu derajat celcius. Akibatnya, penggunaan popok yang terus-menerus memicu produksi sperma dan sel kanker testikular. Hal ini dikarenakan popok sekali pakai mengandung bahan kimia seperti Dioxin (produk samping dari proses pemutihan kertas), Tributyl-tin (TBT) -sejenis polutan penyebab gangguan hormonal, dan Sodium polyacrylate -bahan penyerap penyebab toxic shock (syndrome).
Lantas bagaimana dengan popok kain?
Meski harus melewati proses pencucian dan pengeringan, popok kain lebih aman karena tidak mengandung bahan kimia. Untuk alasan kepraktisan pemakaian, popok kain impor memang masih menjadi pilihan kaum ibu. Bentuknya seperti popok disposable, hanya saja berbahan kain dan bukan kertas.
Meski saat ini produk popok kain impor harganya masih tinggi, namun investasi sekali saat membeli produk masih lebih ekonomis ketimbang membeli popok disposable setiap bulan bukan?
0 comments:
Post a Comment